Menyambut Hari Lanjut Usia Nasional 29 Mei 2022: QUO VADIS LANSIA INDONESIA?

Sumber Gambar : Istimewa
Bahwa jumlah lansia di Indonesia akan terus bertambah, tampaknya tidak bisa dihindari. Hingga tahun 2021, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah lansia di Indonesia mencapai 29,3 juta jiwa (10,82% penduduk Indonesia). 

Tiga provinsi dengan struktur penduduk tua terbanyak di Indonesia pada tahun 2021 adalah D. I. Yogyakarta (15,52%), Jawa Timur (14,53%), dan Jawa Tengah (14,17%). Selain jumlah yang terus meningkat, usia lansia juga semakin meningkat. 

Saat ini tidak jarang kita menjumpai lansia berusia 80 tahun ke atas. Dengan jumlah lansia yang banyak, wajar jika potensi ekonomi, keadaan sosial, kondisi kesehatan dan akses penduduk lansia terhadap berbagai jenis perlindungan, serta pemberdayaan bagi peningkatan kualitas hidupnya tergolong penting untuk diperhatikan. 

Beberapa tahun terakhir, Indonesia sudah selalu berusaha memprioritaskan dan memperhatikan populasi lansia. Lansia menjadi populasi prioritas penerima vaksin COVID-19 yang sudah terbukti bermanfaat dalam berbagai tahap uji klinis. 

Hal ini juga terlihat dari tema tahunan Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) yang berpusat pada lansia. Pada tahun 2020 tema yang dibawakan adalah negara hadir untuk lansia, sedangkan pada tahun 2021 tema yang diusung adalah lansia bahagia bersama keluarga. 

Pada tahun 2020, sebanyak 41% lansia Indonesia tinggal bersama keluarga tiga generasi, sedangkan 47% tinggal bersama keluarga nontiga generasi. Persentase ini berubah pada tahun 2021, di mana hanya 34,71% lansia hidup di dalam keluarga tiga generasi, sedangkan 52,44% tinggal bersama keluarga nontiga generasi. 

Di negara berkembang, migrasi kaum muda dapat melemahkan keluarga sebagai struktur tradisional pemberi dukungan untuk lansia. Hal ini dapat berujung pada kemiskinan, marjinalisasi dan pengucilan lansia. Praktik diskriminasi tersebut juga dapat menyebabkan tidak terciptanya kesejahteraan sosial lansia, sekaligus tidak terpenuhinya hak-hak lansia.

Pemberantasan ageisme adalah salah satu faktor yang berperan penting untuk mendukung kehidupan lansia yang lebih sehat. Ageisme adalah stereotipe dan praktik diskriminasi terhadap orang karena usia. 

Stereotipe terhadap lansia dapat terlihat dari banyaknya lansia yang tinggal di panti wreda, atau hidup sendiri di rumah, hidup dalam kemiskinan, kesepian, serta kerap dianggap menjengkelkan dan menjadi alasan kemarahan.

Ageisme juga terlihat layanan kesehatan pada lansia tidak diberikan secara baik dan benar, tidak adanya program-program yang secara terstruktur dan sistematis dikembangkan untuk kesejahteraan lansia.

Pemberantasan ageisme dapat dicapai dengan kebijakan dan program yang dibentuk oleh negara yang berhubungan dengan lansia. Kebijakan pemerintah yang sudah baik pada tahun 2020 dan 2021 seyogyanya dipertahankan, dengan program-program yang berpihak pada lansia baik di tingkat masyarakat maupun fasilitas pelayanan kesehatan. 

Keteladanan perlu ditunjukkan oleh pemerintah dan semua institusi untuk keberpihakannya pada lansia. Akreditasi puskesmas dan RS sudah semestinya tetap memasukkan persyaratan adanya layanan kesehatan bagi lansia, yang memang sudah terbukti memberikan manfaat signifikan di berbagai penelitian ilmiah. Puskesmas, praktik dokter dan bidan harus juga mengetahui cara pelayanan dan pengobatan lansia yang benar. 

Hal ini mengingat data tahun 2021 yang menunjukkan bahwa mayoritas lansia (35,81%) berobat jalan ke praktik dokter/bidan ketika mengalami keluhan kesehatan, sedangkan 26,41% ke klinik/dokter bersama dan 21,31% ke puskemas/pustu. Pelayanan Kesehatan untuk lansia yang komprehensif seyogianya dipahami dan diterapkan di semua tingkat pelayanan kesehatan, mulai dari puskesmas sampai dengan rumah sakit tipe A 

Program yang dibentuk oleh negara perlu juga dibarengi dengan perubahan sikap dan cara pandang keluarga, masyarakat, dan negara terhadap lansia menjadi lebih positif. Walaupun lansia memiliki perubahan dan penurunan kondisi fisik karena usia, lansia tetap harus dipandang sebagai subjek manusia seutuhnya. Budaya menjaga dan merawat lansia oleh keluarga seyogianya tetap dipertahankan. 

Panti wreda juga perlu menyejahterakan lansia dengan cara memperhatikan dan memenuhi standar kehidupan lansia secara holistik. Beberapa lansia yang tinggal di panti wreda juga dapat dilibatkan dalam kegiatan yang produktif.

Kerja sama semua pihak dapat memberikan efek sinergis terhadap kesehatan lansia Indonesia. Perlu diingat juga bahwa kondisi kesehatan di usia senja dapat diakibatkan akumulasi masalah kesehatan sejak usia muda. Oleh karena itu, upaya pencegahan dan promosi kesehatan harus dimulai sejak sedini mungkin. 

Pencegahan yang baru dimulai diusia tua dapat dikatakan sebagai suatu usaha yang agak terlambat, namun tetap ada manfaatnya agar lansia yang masih sehat tetap sehat dan semakin besar proporsinya, sementara yang sudah sakit dan rapuh tetap terkendali kondisinya dan memiliki kualitas hidup yang baik. Walau kesehatan usia muda penting menjadi perhatian, urusan kesehatan dan kesejahteraan  lansia seyogyanya tidak ditinggalkan.

Waktu itu sangat cepat berlalu, perlahan tapi pasti kita semua beranjak tua dan semakin tua. Ketika saat itu tiba, kita sudah berpredikat lansia, mungkin sebagian dari kita memerlukan layanan kesehatan yang baik dan benar. Untuk itu semuanya perlu dpersiapkan sejak sekarang, jangan tergagap-gagap seperti kita menghadapi pandemi COVID-19 yang baru saja berlalu.


* Prof. Dr. dr. Siti Setiati, SpPD-KGer, M.Epid.
Ketua Umum Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (PERGEMI), Staf Senior Divisi Geriatri Penyakit Dalam RSCM-FKUI.***


Create By : Admin
Artikel Lainnya