Mengenal Sarkopenia dan Cara Pencegahannya

Sumber Gambar : PERGEMI 2024

Apa itu Sarkopenia ?

  • Sarkopenia merupakan penyakit degenerative/ kemunduran otot rangka yang didefiniskan sebagai pengurangan massa otot yang disertai berkurangnya kekuatan otot dengan atau tanpa penurunan kemampuan fisik, yang umumnya terjadi pada usia lanjut.
  • Berkurangnya otot rangka ini tentunya dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan dapat memprediksi terjadinya peningkatan kejadian komplikasi, penyakit, dan kematian di kemudian hari.
  • Sarkopenia berkaitan kuat dengan tingginya kejadian jatuh dan risiko patah tulang pada usia lanjut. Selain itu, penurunan massa dan fungsi otot merupakan faktor risiko hilangnya kemandirian dan terjadinya ketergantungan, khususnya mereka yang sudah sangat tua, berusia 80 tahun atau lebih.

Jumlah Kasus/ Prevalensi Sarkopenia

  • Studi menunjukkan bahwa sekitar 10-27% lansia di dunia mengalami sarkopenia. Sedangkan terdapat sekitar 9-11% sarkopenia berat pada lansia di dunia (Petermann-Rocha F, et al., 2022).
  • Prevalensi sarkopenia pada penduduk dewasa Indonesia secara umum berkisar antara 9,1% - 91,3%. Di populasi rawat jalan, didapatkan prevalensi berkisar 14,6% - 50,96% (PERGEMI, 2023) 

Siapa yang Mudah Mendapat Sarkopenia?

Faktor Risiko Sarkopenia

  • Usia lanjut
  • Riwayat jatuh
  • Ketergantungan fungsional
  • Frailty/ Kerapuhan
  • Aktivitas fisik rendah
  • Malnutrisi
  • Indeks Massa Tubuh (IMT) <18,5
  • Darah tinggi
  • Kencing Manis
  • Anemia/ Kurang darah
  • Kemampuan menghembuskan napas <80%
  • Kadar miostatin (protein yang menghambat pertumbuhan jaringan otot) yang tinggi.

Siapa yang Lebih Terjaga dari Sarkopenia?

Faktor Protektif Sarkopenia

  • Aktivitas Fisik Tinggi
  • Riwayat kurang darah yang mendapat pengobatan.
  • Indeks Massa Tubuh (IMT) >23 (berat badan lebih). IMT adalah ukuran untuk mengetahui status gizi seseorang berdasarkan perbandingan berat badan dan tinggi badan. IMT dihitung dengan membagi berat badan dalam kilogram (kg) dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (m2).
  • Kadar IGF-1(Insulin-like Growth Factor) dan fosfat serum yang tinggi. IGF-1 adalah hormon yang mirip dengan insulin dan berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tubuh, terutama dalam pembentukan jaringan otot dan tulang.

Dampak Sarkopenia pada Kesehatan Lansia

Aspek Umum Sarkopenia :

  • Penyakit otot rangka
  • Meningkat dengan usia
  • Berpotensi dapat dipulihkan
  • Definisi tidak bergantung pada usia, lingkungan perawatan, atau kondisi klinis
  • Definisi sama baik untuk praktik klinis dan penelitian

Dampak Sarkopenia :

  • Penurunan performa fisik
  • Keterbatasan mobilitas (berjalan, berpindah kursi atau tempat tidur)
  • Jatuh, patah tulang, rawat inap, masuk ke panti jompo
  • Ketidakmampuan melakukan ADL instrumental dan dasar
  • Kualitas hidup yang rendah
  • Kematian

Diagnosis Sarkopenia pada dasarnya mencakup penurunan yang terjadi pada 

  • Kekuatan Otot
  • Massa Otot
  • Performa Fisik

Penanganan Sarkopenia (Asupan Nutrisi)

  • Asupan Protein Harian yang adekuat : 1,2-1,5 gram/kg berat badan/hari
  • Suplementasi leusin (1,2-6 gram/hari) (sebagai terapi tunggal sarkopenia pada geriatri belum dapat direkomendasikan)
  • Oral Nutrition Supplement (ONS) dengan hydroxy-beta-methylbutirate (HMB) dan protein : 2-3gram/hari
  • Suplementasi kreatin sebanyak 15-20 gram/hari (loading dose) dilanjutkan 3-5 gram/hari (maintenance dose)
  • Suplementasi L-Carnitine (bukti ilmiah tidak cukup)
  • Suplementasi Vitamin D 
  • Terapi farmakologis dengan bimagrumab (beum dapat direkomendasikan)

Penanganan Sarkopenia (Olahraga)

  • Latihan berbasis resistensi (Resistance Training)
    • Resep latihan ketahanan yang disarankan
      • Frekuensi latihan 2 sesi per minggu
      • Pemilihan latihan menargetkan kekuatan otot tubuh bagian bawah (squat/leg press, ekstensi lutut, leg curl, calf raise)  dan kekuatan otot tubuh atas (chest press, seated row, pull down). 
      • Intensitas latihan, misalnya repetisi berkesinambungan yang meningkat 40-60% dari 1x repetisi maksimal menjadi 70-85%. 
      • Volume latihan yang diwakili oleh jumlah set dan repetisi setiap latihan (misalnya 1-3 set dengan 6-12 repetisi)
      • Waktu istirahat dalam dan antara sesi (6-120 detik antara set dan 3-5 menit antara latihan; setidaknya 48 jam antara sesi).
      • Untuk melengkapi latihan tersebut, dianjurkan untuk melakukan latihan sederhana yang dapat dilakukan dirumah tanpa peralatan (mis. multiple sit-to-stand dan wall press) untuk meningkatkan dosis dan kepatuhan latihan secara keseluruhan
  • Latihan aerobik (belum terbukti manfaatnya memperbaiki massa dan kekuatan otot, namun dapat memperbaiki performa fisik)
  • Latihan kombinasi (mixed excercise) 
    • Contoh latihan aerobik dan endurance adalah jogging, bersepeda, jalan cepat, menari, menaiki tangga, dan treadmill
  • Olahraga-olahraga lain (mis. Traditional Chinese Exercise) : seperti senam Tai Chi dan Yijinjing 

Pencegahan sarkopenia

Pemeliharaan Kesehatan Otot Rangka pada Lansia 

  • Konsumsi protein harian sebanyak 1,6–1,8 gr/kgBB, dengan mengutamakan protein bernilai biologis tinggi melalui makanan atau suplemen-> Protein hewani >>
  • Konsumsi tiga kali makan harian yang mengandung protein sebanyak 0,6 g/kgBB atau setidaknya 5–6 g leusin (protein hewani/ susu kaya leusin).
  • Keseimbangan energi harian yang positif atau netral -> Kecukupan asupan energi selain protein.
  • Pemeliharaan keanekaragaman mikrobiota usus: à Makanan kaya sayur, buah, kacang-kacangan,  rempah-rempah, teh, minyak zaitun extra virgin,  coklat hitam -> Aktivitas fisik dan OR
  • Pengurangan atau pengendalian keadaan pro-inflamasi -> Latihan fisik yang menyebabkan kontraksi otot & asupan protein.
  • Pengurangan perilaku sedentari (≤6 jam/hari) atau 6000–10.000 langkah per hari.
  • Latihan kekuatan otot: setidaknya dua kali seminggu

Referensi

  1. Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia. Konsensus Nasional Sarkopenia Diagnosis, Pencegahan, dan tata laksana di Indonesia. Jakarta: 2023. 
  2. Cruz-Jentoft, A. J., et al. (2019). Sarcopenia: revised European consensus on definition and diagnosis. Age and Ageing, 48(1), 16–31.
  3. Halter JB, Ouslander JG, Studenski S, High KP, Asthana S, Supiano MA, et al. Hazzard’s Geriatric Medicine and Gerontology 8th ed. 2022. New York: McGraw-Hill.
  4. Chen, L. K., et al. (2020). The Asian Working Group for Sarcopenia: 2019 consensus update on sarcopenia diagnosis and treatment. Journal of the American Medical Directors Association, 21(3), 300-307.
  5. Ben Kirk,et al. The Global Leadership Initiative in Sarcopenia (GLIS) group , The Conceptual Definition of Sarcopenia: Delphi Consensus from the Global Leadership Initiative in Sarcopenia (GLIS), Age and Ageing, Volume 53, Issue 3, March 2024.
  6. Petermann-Rocha F, et al. Global prevalence of sarcopenia and severe sarcopenia: a systematic review and meta-analysis. J Cachexia Sarcopenia Muscle. 2022 Feb;13(1):86-99. doi: 10.1002/jcsm.12783. Epub 2021 Nov 23. PMID: 34816624; PMCID: PMC8818604.
  7. Yuan, Shuai et al. 2023. Epidemiology of sarcopenia: Prevalence, risk factors, and consequences. Metabolism - Clinical and Experimental, Volume 144, 155533, DOI 10.1016/j.metabol.2023.155533.
  8. Rogeri PS, Zanella R Jr., Martins GL, Garcia MDA, Leite G, Lugaresi R, Gasparini SO, Sperandio GA, Ferreira LHB, Souza-Junior TP, et al. Strategies to Prevent Sarcopenia in the Aging Process: Role of Protein Intake and Exercise. Nutrients. 2022; 14(1):52. https://doi.org/10.3390/nu14010052

Create By : Admin
Artikel Lainnya