Temu Ilmiah Geriatri 2022: Ancaman NAFLD dan Difesiensi Vitamin D Masih Menjadi Masalah Besar Bagi Lansia

Sumber Gambar : Istimewa
Pergemi.id - Penyakit Non-Alcoholic Fatty Liver Disease atau NAFLD adalah kondisi medis yang sering menjadi masalah di bidang hepatologi dalam bentuk penyakit hati kronis. NAFLD merupakan bentuk penyakit hati yang paling umum.

Bahkan di Indonesia NAFLD termasuk masih menjadi masalah besar dengan prevalensi mencapai 51,4 persen dengan range 48-54 persen. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa fatty liver untuk di semua populasi ini bermasalah.

Penyakit NAFLD biasanya disebabkan oleh faktor-faktor seperti, obesitas, diabetes, dislipidemia, resistensi insulin, dan sindrom metabolik. Tapi khusus untuk NAFLD geriatric ada hal lain secara fisiologis yang menyebabkan timbulnya risiko NAFLD menjadi tinggi yaitu proses penuaan pada hati.

"Tapi ada satu lagi faktor yang penting juga adalah usia tua yang menjadikan NAFLD ini jadi lebih tinggi," kata Dr. dr. Juferdy Kurniawan, Sp.PD, K-GEH, FINASIM., dalam penjelasannya di diskusi daring Temu Ilmiah Geriatri 2022, Sabtu, 24 September 2022.

Lebih lanjut dr Juferdy menjelaskan bahwa upaya paling tepat dalam pencegahan NAFLD adalah dengan menerapkan gaya hidup sehat menjadi yang utama.

"Mengurangi berat badan, aktivitas fisik secara reguler, mengatur pola makan, berhenti merokok dan minum alkohol," tuturnya. 

"Di sisi lain, risiko NAFLD tidak bisa dicegah jika ada faktor lain seperti, usia, jenis kelamin, dan genetik," sambungnya.

Prevelensi defisiensi vitamin D pada laki-laki usia di atas 60 tahun cukup tinggi. Vitamin D memiliki peran sebagai antifibrosis pada NAFLD. Di Indonesi, 35,1 persen lansia yang tinggal di panti sosial mengalami defisiensi vitamin D

Dr. dr. Nina Kemala Sari, Sp.PD, K-Ger, MPH. menyampaikan pemaparannya mengenai efek ekstraskeletal vitamin D pada usia lanjut. Ia juga mengatakan bahwa defesiensi vitamin D merupakan masalah yang besar.

Hal itu juga sudah sering sekali disampaikan oleh seorang endocronolog dari Boston Medical University, Michael F. Holick yang sudah bertahun-tahun terus mengingatkan kepada seluruh dunia tentang adanya pandemi difesiensi vitamin D.

"Lansia merupakan populasi yang paling rentan mengalami defisiensi vitamin D," kata dr Nina.

Defisiensi vitamin D pada lansia biasanya diakibatkan karena kurangnya paparan sinar matahari, kurang aktivitas metabolik di kulit yang menua, kurang mengonsumsi makanan yang mengandung asupan vitamin D, disfungsi hati dan disfungsi ginjal.

Vitamin D berperan pada fungsi otak normal, dipikirkan hipovitaminosis D berkontribusi pada penurunan kognitif pada usia lanjut, demensia alzheimer, demensia vaskular dan penyakit parkinson.

"Vitamin D sangat penting untuk kesehatan berbagai sistem organ, defisiensinya masih banyak terjadi di seluruh dunia, lintas usia, jenis kelamin, etnis dan kondisi sosioekonomi," terang dr Nina.

Ia menambahkan bahwa lansia terutama pasien geriatri merupakan populasi yang memiliki risiko sangat tinggi terjadinya defisiensi vitamin D.***

Create By : Admin
Info Lainnya