TIG 2022: GERD pada Lansia Lebih Rentan Terjadi Komplikasi

Sumber Gambar : Screenshot
Pergemi.id - Kondisi reflux atau aliran balik dari cairan lambung merupakan kondisi fisiologis atau normal jika frekuensinya terjadi antara sekitar 10-15 menit per hari. Namun, jika kondisi reflux terjadi lebih sering dalam kurun waktu lebih panjang hingga bisa mengganggu tidur malam maka bisa dikaitkan dengan penyakit GERD.

dr. Agnes Rensa, Sp.PD, K-Ger. mengatakan GERD merupakan salah satu penyakit yang memberikan masalah kompleks pada populasi usia lanjut (lansia). Hal itu dikarenakan secara fisiologis telah terjadi penurunan dari struktur anatomi yang mengganggu antireflux di area gastro-oesphageal junction.

"Belum lagi diperparah dengan adanya penyakit kronis, penyakit penyerta dan juga peranan medikasi atau obat-obatan yang dikonsumsi, ini akan terjadi dampak yang signifikan pada populasi usia lanjut," katanya saat memberikan materi dalam diskusi daring Temu Ilmiah Geriatri, Sabtu (24/9/2022).

Berdasarkan data, di Indonesia pada tahun 2016, reflux esophagitis dialami oleh sekitar 9,2 persen populasi usia lanjut yang disertai comorbid diabetes, hipertensi, penyakit jantung koroner, penyakit ginjal kronis, dan sirosis hati.

Di tahun 2018, pada kelompok pasien dengan keluhan dyspepsia 49 persen terkonfirmasi mengalami GERD, dan untuk populasi usia lanjut 44 persen.

Kondisi GERD menjadi satu hal yang perlu diperhatikan dengan baik terutama pada populasi usia lanjut, karena rentan terjadi komplikasi serius.

"Mulai dari esophagitis erosive, stricture esophagus, sampai yang lebih berat yaitu barret esophagus bahkan sampai ke kanker," terang dr Agnes Rensa.

Pada usia lanjut bisa ditemukan faktor-faktor lain yang berkontribusi dalam terjadi GERD dengan adanya gejala seperti penurunan produksi air liur, pengosongan lambung yang tertunda, dan eshopagus yang sensitif.

"Ada beberapa upaya yang bisa kita harapkan untuk menghindari kondisi GERD memberat, misalnya dari unsur clearance-nya dari esophagus kita berharap dengan adanya aliran dari air liur terus secara gravitasi, kemudian distensi dari esophagus yang disebut dengan peristalstik yang sekunder itu bisa mencegah kondisi GERD ini semakin berat," papar dr. Agnes Rensa.

"Kemudian dari resistensi mucusa esophagus kita berharap mucus produksi terus menerus bisa melapisi permukaan mucosa dari esophagus, sehingga tidak mudah mengalami kerusakan, atau pun bicarbonat dari darah ke area mucosa," sambungnya.

dr. Hasan Maulahela Sp.PD, K-GEH. pada kesempatan yang sama menyampaikan goal of treatmen pada GERD adalah yang pertama memperbaiki gejala dan kualitas hidup pasien, memperbaiki mucosa esophagus, mencegah rekurensi yang lebih sering, dan menghindari komplikasi.

"Dengan empat goal tratment ini, harapannya bisa dicapai dengan terapi yang kita berikan," katanya.

dr. Hasan menyebutkan bahwa modifikasi gaya hidup masih merupakan terapi pertama yang direkomendasikan dalam penanganan GERD. Terkait dengan pharmacotherapy, hingga saat ini PPI masih menjadi standar perawatan GERD, sementara obat-obatan lain hanya sebagai terapi tambahan.***

Foto: Temu Ilmiah Geriatri 2022

Create By : Admin
Info Lainnya